Rabu, 07 Januari 2009

Buruk Rupa, Cermin Dibelah



Rabu, 7 Januari 2009 - 16:26 wib
Syukri Rahmatullah - Okezone

MUNGKIN inilah pepatah yang tepat untuk menggambarkan laporan Kejaksaan Agung terhadap Indonesian Corruption Watch (ICW) ke Mabes Polri, siang hari tadi, dengan alasan pencemaran nama baik.

Bahkan, Mahkamah Agung dalam waktu dekat juga akan melaporkan ICW ke Mabes Polri, mengikuti langkah Kejaksaan Agung.

Laporan pencemaran nama baik oleh Kejaksaan ini dipicu sikap ICW yang mengkritisi Kejaksaan Agung yang mengaku berhasil menyelamatkan uang negara Rp8 triliun dan USD18 juta dalam kurun waktu 2004-2008.

Namun, berdasarkan analisis hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), dalam kurun waktu 2004-2008 hanya Rp382,67 miliar yang berhasil diselamatkan. Lalu, kemanakan sisanya? Itulah yang dipertanyakan ICW.

Sikap kritis ini kemudian memuncak dalam sebuah pemberitaan di salah satu media massa bertema: "Uang Perkara Korupsi Kok Malah Dikorupsi: Kenapa Duit Rp7 Triliun Belum Masuk Kas Negara?. Berita ini dianggap telah mencemari citra institusi kejaksaan.

Upaya fight agains corruption atau perlawanan melawan korupsi ini bukanlah yang pertama kali. Masih ingat peristiwa laporan Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk Pemilu Bersih dan Berkualitas ke Polda Metro Jaya tahun 11 Agustus 2004 lalu atas dugaan korupsi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum era kepemimpinan Nazarudin Syamsudin.

Menyikapi hal ini, KPU malah melaporkan balik Koalisi LSM tersebut ke Polda Metro Jaya pada 30 Agustus 2004 atas tuduhan pencemaran nama baik. Alhasil, Polda malah melakukan pemanggilan terhadap 2 aktivis Koalisi LSM yaitu Hermawanto dan Arif Nur Alam.

Akhirnya, karena desakan Komisi III DPR polisi mendahulukan laporan dugaan korupsi yang diajukan Koalisi LSM tersebut.

Selain itu, peristiwa yang sama juga terjadi terhadap orangtua siswa SMA 68 dan SD Percontohan IKIP Jakarta yang melaporkan dugaan penyelewengan di dua sekolah tersebut.

Bukannya diapresiasi, para orangtua malah dilaporkan kembali ke polisi karena telah mencemarkan nama baik sekolah.

Laporan Kejaksaan Agung ke Mabes Polri bisa jadi pembelaan terhadap institusinya. Menyelamatkan muka setelah kasus Urip Tri Gunawan. Namun, tindakan fight agains corruption yang dilakukan Kejaksaan bukanlah tindakan yang bijak sebagai lembaga penegak hukum.

Di awal tahun 2009 ini berarti masyarakat telah dipertontonkan tindakan penegak hukum yang kurang bijak. Ya sama seperti kata pepatah di atas, buruk rupa cermin di belah.(uky)

Selasa, 06 Januari 2009

Jadi Pejabat Harus Siap Dilempar Sepatu?


Catatan Redaksi

Rabu, 17 Desember 2008 - 16:05 wib

PELEMPARAN sepatu terhadap Presiden Amerika Serikat George Walker Bush saat jumpa pers dengan Perdana Menteri Irak Nuri Al Maliki beberapa hari lalu menjadi perbincangan hangat baik dari kalangan pejabat, politisi, hingga tukang ojek di warung-warung kopi.

Sebagai sebuah berita, peristiwa ini merupakan berita yang sangat seksi, langka, dan menghebohkan. Bagaimana tidak, seorang presiden dari negara adidaya bisa ditimpuk sepatu begitu saja oleh seorang wartawan lokal. Di manakah CIA, FBI, dan Secret Security Amerika yang selalu didengung-dengungkan paling hebat ketimbang di negara lainnya?

Meski begitu, beruntung Bush memiliki reflek yang cukup bagus. Sehingga sepasang sepatu yang dilempar Muntazer Al Saidi, seorang wartawan Televisi Al Bhagdadia ini tidak berhasil mengenai muka Bush.

Memang, dari peristiwa itu Bush tidak merasakan sakit apapun, karena sepatu milik Muntazer tidak mengenainya. Namun, sorotan televisi yang menangkap peristiwa ini dan menyiarkannya ke seantero dunia, merupakan 'pelemparan sepatu' yang sesungguhnya. Mungkin lain lagi ceritanya, jika peristiwa ini tidak berhasil ditangkap kamera.

Muntazer mungkin hanya mendapatkan ancaman penjara 15 tahun, namun hukuman bagi Bush lebih berat lagi. Pasalnya, dia akan mengakhiri masa jabatannya pada 20 Januari mendatang. Pelemparan sepatu tersebut merupakan hadiah paling buruk dari invasinya ke negara Saddam Husein tersebut.

Di mata Bush dan pendukungnya, Muntazer bisa disebut sebagai seorang penjahat, penghina kepala negara, dan julukan buruk lainnya. Tapi di negara-negara di mana Bush dan Amerika adalah musuhnya, maka Muntazer akan dielu-elukan sebagai pahlawan yang pemberani. Atau bahkan di Irak, popularitas Muntazer bisa saja melebihi Saddam Husein.

Peristiwa ini bisa terjadi di mana saja. Bahkan di Indonesia sekalipun. Bahkan, saking takutnya virus 'sepatu Bush' ini menjalar ke Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan berkelakar meminta agar wartawan mengikat tali sepatunya.

Namun, bukan berarti kejadian hampir mirip tidak pernah terjadi di Indonesia. Masih ingat dengan peristiwa Dirut PLN Eddie Widiono yang dilempar telor busuk oleh mahasiswa.

Mantan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur juga pernah mengalami hal yang mirip. Mantan Ketua PBNU ini pernah diusir laskar Front Pembela Islam saat mengisi diskusi di Solo. Bahkan, kabarnya Gus Dur pernah ditimpuk dengan aqua karena pernyataannya, namun tidak sampai mengenainya.

Selain itu, almarhum Sukowaluyo, pendiri Partai Demokrasi Pembaruan, juga pernah diludahi pendukung Megawati di daerah, saat sedang mengkampanyekan pembaruan di PDIP, sebelum kongres di Bali.

Peristiwa demi peristiwa ini kemungkinan besar akan terus terjadi. Tidak tertutup kemungkinan di Pemilu 2009 di mana suhu politik memanas, akan ada upaya menjatuhkan citra calon presiden dan calon wakil presiden dengan cara tersebut.

Lalu bagaimanakah cara mengatasinya? Apakah setiap calon pejabat negara harus dilatih agar memiliki reflek yang baik, agar tidak kena timpuk sepatu seperti Bush. Atau pertemuan antara pejabat dengan masyarakat atau wartawan diperketat?.

Namun, menurut penulis peristiwa tersebut tidak akan terulang sepanjang pejabat negara dalam mengeluarkan kebijakannya, berpikir dengan matang dan tidak merugikan rakyat banyak, apalagi rakyat dari negara lain.(uky)