Jum'at, 09/03/2007 15:37 WIB | ||
Catatan Redaksi Banyak Bencana, Siapa yang Mesti Bertobat? |
Syukri Rahmatullah - Okezone | |
Bencana di Indonesia bertubi-tubi seolah tiada henti. Dari tanah longsor, banjir, gempa bumi, kecelakaan kapal, kereta api dan pesawat dalam dua tahun terakhir ini membuat kita semua berfikir, kenapa bisa terjadi. Ada apa? lalu salah siapa? Rentetan peristiwa ini terus mengiang di telinga kita sampai hari ini. Seorang yang religius pasti berpikir bahwa ini adalah teguran dari Yang Maha Kuasa kepada rakyat Indonesia, sehingga banyak seruan dari tokoh agama seperti Hasyim Muzadi dan MUI agar rakyat Indonesia melakukan tobat nasional. Tapi ada juga seperti Mbah Tardjo yang mengusulkan agar Presiden SBY diruwat di Yogyakarta oleh Ki Dalang Timbul karena SBY memiliki tangan yang panas. Sebagai orang yang beragama tentu saja salat tobat bukan hal yang naïf untuk dilakukan karena setiap orang pasti punya kesalahan. Tinggal dampak dari kesalahan itu sesuai dengan tingkat kekuasaannya, apakah dia lurah, bupati, gubernur ataupun presiden. Akan tetapi, tobat yang penulis maksud adalah introspeksi diri, merenung dan tidak segera memperbaiki agar tidak terjadi kembali. Lalu siapa yang harus melakukan tobat (sadar). Apakah rakyat seperti seruan tokoh agama harus bertobat, ini mengkonotasikan bahwa rakyat yang bersalah, sehingga Allah memberikan teguran dengan bencana dan kecelakaan yang tidak kunjung berhenti. Ada juga yang mengatakan Presiden SBY yang harus bertobat karena pemimpinlah yang bertanggung jawab atas ummah (rakyat) nya. Kalau kita kaji masalah kecelakaan transportasi, banyak petunjuk terlihat jelas bahwa memang terjadi human error dalam menjalankan roda transportasi. Contohnya, truk bermuatan bahan berbahaya yang dicampur dengan truk angkutan biasa. Jumlah penumpang yang berlebihan pada Kapal Senopati, rusaknya roda depan Pesawat Garuda dan asap aneh yang timbul sebelum landing. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa penyelesaian ‘jalan pintas’ seringkali dilakukan dalam setiap bidang. Dalam bidang transportasi, tidak mungkin sebuah truk membawa bahan berbahaya bisa diparkir di tempat angkutan biasa kalau tidak ada kongkalikong antara pihak pelabuhan dan operator kapal. Begitu juga soal pesawat, setiap pesawat yang celaka dikatakan masih layak terbang, tentu ada yang salah dalam pemberian Sertifikasi Kelaikan Udara yang dilakukan Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU), tidak tertutup hal kongkalikong terjadi dalam pemberian sertifikasi. Sedangkan untuk bencana longsor dan banjir sudah menjadi rahasia umum, bahwa illegal logging-lah menjadi penyebab utama, akan tetapi sampai saat ini masih terus terjadi. Allah SWT dalam Alquran telah memberikan penjelasan kongkret soal bencana bahwa Fasadat fil barri wal bahri bima kasabat aidinnass artinya kerusakan di darat dan bumi akibat kerusakan tangan manusia Melihat fakta ini, siapakah yang harus bertaubat (sadar)? Apakah rakyat, yang justru selalu menjadi korban dari bencana alam? Ataukah pemimpinnya, yang sampai saat ini masih melanggengkan praktek kongkalikong dengan tujuan kolusi dan korupsi demi kepentingan pribadi dan sesaat? |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar