Selasa, 11 September 2007

Ramadhan dan Perda Larangan Menyumbang si Miskin

Selasa, 11/09/2007 18:12 WIB
Catatan Redaksi
Ramadhan dan Perda Larangan Menyumbang si Miskin
Cetak E-mail
Syukri Rahmatullah - Okezone

SEHARI menjelang awal bulan ramadhan 1428 Hijriyah, Perda Ketertiban Umum yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta sudah disetujui DPRD dan tinggal menunggu persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Sekilas kata-kata ketertiban umum adalah sebuah upaya untuk menertibkan sesuatu yang buruk yang ada di masyarakat umum, sehingga patut diapresiasi oleh masyarakat.

Namun, kedua mata kita langsung terbelalak setelah membuka lembar demi lembar isi dari pasal-pasal di dalam perda tersebut. Bagaimana tidak, pasal-pasal di dalam perda tersebut melarang sesuatu dari berbagai tiga segi dari hulu hingga hilir.

Benar jika yang dimaksud, adalah permasalahan prostitusi seperti disebutkan di pasal 42 ayat 2: Setiap pemasok prostitusi, penjaja prostitusi dan pengguna jasa prostitusi dilarang dan disanksi dengan tegas. Begitu juga dengan narkoba dan hal negatif lainnya. Meskipun penulis sendiri tidak yakin upaya tersebut berhasil mengatasi masalah-masalah yang disebut di atas.

Namun, bagaimana jika mengatasi persoalan pengemis, pedagang asongan, pengamen dan pedagang kaki lima? Di dalam Perda ketertiban umum ini, pasal 40 disebutkan: Setiap orang atau badan dilarang: A. Menyuruh orang lain menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. B. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. C. Membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.

Soal pegadang kaki lima, di dalam pasal 25 disebutkan, ayat 2: Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyebrangan orang dan tempat kepentingan umum lainnya di luar ketentuan dimaksud dalam ayat 1. Ayat 3: Setiap Orang dilarang membeli barang dagangan pedagang kaki lima sebagaimana dimaksud dalam ayat 2.

Jika dilihat dari dua pasal di atas saja, terlihat pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kekuasaan yang tidak melihat aspek-aspek sosial lainnya.

Pertama, sampai saat ini tidak terlihat adanya solusi dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang marak di perkotaan, seperti kemiskinan sehingga muncullah pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Begitu juga solusi terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL).

Yang lebih terlihat bodoh, kenapa orang yang memberikan sumbangan kepada si pengemis, pengamen, dan bahkan yang membeli jajanan Pedagang Kaki Lima (PKL) justru ikut diberi sanksi.

Kalau memang orang dilarang memberikan sumbangan kepada pengemis atau si miskin, kenapa tidak dijelaskan juga solusi kepada siapa orang yang memiliki kelebihan harta membersihkan hartanya seperti zakat mal atau zakat fitrah.

Di dalam Al-qur’an sendiri selalu disebut bahwa di harta orang kaya terdapat hartanya orang miskin. Artinya, kemiskinan itu memang ada dan niscaya di bumi ini, selama masih banyak manusia serakah dan rakus yang suka “menghisap darah manusia yang masih mengalir”.

Terlebih di dalam bulan ramadhan, di mana setiap orang yang memberikan sedekah kepada si miskin, maka pahalanya akan dilipatgandakan dari hari-hari biasa.

Lalu, apakah tuan yang duduk di dewan sana paham yang telah dibuatnya adalah kemunduran bagi bangsa ini, bukan kemajuan. Semoga tuan-tuan Paham. (*)

Tidak ada komentar: