JAKARTA – “Bu Mega batal ke Mentawai, ada boikot,” kata seseorang berbisik, saat itu pukul 10.10 WIB, Minggu 23 September atau setengah jam setelah rombongan tiba di Bandara International Minangkabau (BIM), Sumatera Barat dari Jakarta.
Awalnya penulis tidak percaya dan terus mencatat rekaman jumpa pers pernyataan Megawati di ruang VIP Bandara BIM, mengenai bencana dan tujuan kunjungan ke Mentawai.
Tak lama kemudian, perempuan setengah baya, diketahui Wasekjen PDIP Agneta Singedikane mendekati wartawan yang sedang duduk di salah satu sudut ruangan dan langsung berbicara lantang mengungkap adanya larangan tersebut.
Sudut tersebut semakin lama menjadi perhatian seluruh orang yang ada di situ, baik wartawan dari Jakarta, lokal ataupun jajaran pengurus dan aktivis PDIP di Sumatera Barat.
Penulispun, yang saat itu sedang berada di sudut ruang tunggu VIP langsung mencoba mendekat dan memahami apa yang terjadi secara perlahan. Tanpa dikomando, teman-teman wartawan langsung mencoba merunut dengan berkali-kali melontarkan pertanyaan ke Agneta soal pelarangan naik helikopter AU dan AD tersebut.
Hasil wawancara dengan Agneta, sama seperti yang bisa di baca di media-media, baik yang muncul saat itu juga (online media) ataupun di Koran keesokan harinya.
Pembatalan mendadak ini tentu saja mengagetkan seluruh pihak. Sejak berangkat dari Bandara Halim Perdanakusumah, tidak ada kabar ataupun selentingan rencana akan berubah, terkait adanya larangan.
Bahkan, ketika tiba di Bandara dengan disambut Wagub Sumbar Marlis Rahman dan jumpa pers di ruang VIP Bandara, tidak dirasakan sama sekali akan adanya perubahan yang drastis.
Setiba di Bandara, penulis juga sempat bertanya kepada salah seorang PDIP, kenapa kita tidak langsung berangkat? Dengan bercanda dia bilang, “Heli buat Ibu lagi dipanasin, he he he”. Artinya memang tidak ada perubahan situasi.
Setelah pernyataan Agneta, situasi di ruang VIP menjadi “gerah”, meskipun terdapat beberapa AC di ruangan tersebut, rasa panas yang dirasakan beberapa jajaran PDIP tidak dapat disembunyikan.
Danrem 032 Winabraja Kolonel Infanteri Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Kolonel Penerbang Sugiharto yang menyampaikan berita pembatalanpun terlihat serba salah.
Dalam pandangan penulis Sugiharto yang berkulit hitam dan berbadan tegap dengan pakaian biru telur asin ini terlihat menerawang sambil memandang lapangan lapangan terbang, sesekali dia menerima telepon atau menelepon.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat dari Subagyo, meskipun membawa tongkat komando, tapi terlihat merasakan beratnya perintah yang diembannya saat itu.
Sesekali teman wartawan berbisik dan mengintip untuk mencoba wawancara kedua orang terkait, tapi raut muka mereka sudah menunjukkan penolakan. Tapi salah seorang wartawan tetap ada yang nekat mendekat dan bertanya-tanya. “Sudahlah jangan diperkeruh,” tepis Sugiharto.
Di dalam ruang VIP I juga terjadi rapat DPD Sumbar bersama Megawati dan jajaran pengurus PDIP. Akhirnya diputuskan, kunjungan tetap dilakukan, tapi ke lokasi yang bisa dijangkau lewat darat, dan dipilihlah Kabupaten Pesisir Selatan.
-------------
Akibat pembatalan penggunaan helikopter membuat seluruh rencana yang sudah dicanangkan pengurus PDIP menjadi batal semuanya. Hal ini juga berakibat pada kepulangan rombongan yang sedianya dijadwalkan pukul 15.00 sudah take off dari Padang dan tiba di Jakarta pukul 16.30 WIB.
Namun, pada pukul 16.30 WIB, rombongan masih dalam perjalanan dari Kampung Sikabu dan baru tiba di kota Painan pukul 17.30 WIB dan terpaksa berbuka puasa di rumah dinas Bupati Kab Pesisir Selatan, Nasrul Abed.
Kemudian baru pada pukul 19.00 WIB, rombongan kembali menempuh perjalanan menuju Bandara Internasional Minangkabau. Dengan jarak tempuh 2,5 jam, pada pukul 21.30 WIB baru tiba di bandara dan take off pukul 22.00 WIB, kemudian tiba di bandara Halim, Jakarta pada pukul 23.30 WIB.
Setiba di Halim, raut muka seluruh rombongan tampak lelah dan kecewa, karena rencana awal tidak terlaksana.
Sebelum pulang, seorang pengurus PDIP berbisik “Tadi, dalam rapat, Ibu Megawati bilang: Makanya jangan sampai kalah lagi, biar gak dikuyo-kuyo seperti ini.”
Jelang Buka Puasa,
Kebon Sirih, Jakarta 24 September.
Awalnya penulis tidak percaya dan terus mencatat rekaman jumpa pers pernyataan Megawati di ruang VIP Bandara BIM, mengenai bencana dan tujuan kunjungan ke Mentawai.
Tak lama kemudian, perempuan setengah baya, diketahui Wasekjen PDIP Agneta Singedikane mendekati wartawan yang sedang duduk di salah satu sudut ruangan dan langsung berbicara lantang mengungkap adanya larangan tersebut.
Sudut tersebut semakin lama menjadi perhatian seluruh orang yang ada di situ, baik wartawan dari Jakarta, lokal ataupun jajaran pengurus dan aktivis PDIP di Sumatera Barat.
Penulispun, yang saat itu sedang berada di sudut ruang tunggu VIP langsung mencoba mendekat dan memahami apa yang terjadi secara perlahan. Tanpa dikomando, teman-teman wartawan langsung mencoba merunut dengan berkali-kali melontarkan pertanyaan ke Agneta soal pelarangan naik helikopter AU dan AD tersebut.
Hasil wawancara dengan Agneta, sama seperti yang bisa di baca di media-media, baik yang muncul saat itu juga (online media) ataupun di Koran keesokan harinya.
Pembatalan mendadak ini tentu saja mengagetkan seluruh pihak. Sejak berangkat dari Bandara Halim Perdanakusumah, tidak ada kabar ataupun selentingan rencana akan berubah, terkait adanya larangan.
Bahkan, ketika tiba di Bandara dengan disambut Wagub Sumbar Marlis Rahman dan jumpa pers di ruang VIP Bandara, tidak dirasakan sama sekali akan adanya perubahan yang drastis.
Setiba di Bandara, penulis juga sempat bertanya kepada salah seorang PDIP, kenapa kita tidak langsung berangkat? Dengan bercanda dia bilang, “Heli buat Ibu lagi dipanasin, he he he”. Artinya memang tidak ada perubahan situasi.
Setelah pernyataan Agneta, situasi di ruang VIP menjadi “gerah”, meskipun terdapat beberapa AC di ruangan tersebut, rasa panas yang dirasakan beberapa jajaran PDIP tidak dapat disembunyikan.
Danrem 032 Winabraja Kolonel Infanteri Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Kolonel Penerbang Sugiharto yang menyampaikan berita pembatalanpun terlihat serba salah.
Dalam pandangan penulis Sugiharto yang berkulit hitam dan berbadan tegap dengan pakaian biru telur asin ini terlihat menerawang sambil memandang lapangan lapangan terbang, sesekali dia menerima telepon atau menelepon.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat dari Subagyo, meskipun membawa tongkat komando, tapi terlihat merasakan beratnya perintah yang diembannya saat itu.
Sesekali teman wartawan berbisik dan mengintip untuk mencoba wawancara kedua orang terkait, tapi raut muka mereka sudah menunjukkan penolakan. Tapi salah seorang wartawan tetap ada yang nekat mendekat dan bertanya-tanya. “Sudahlah jangan diperkeruh,” tepis Sugiharto.
Di dalam ruang VIP I juga terjadi rapat DPD Sumbar bersama Megawati dan jajaran pengurus PDIP. Akhirnya diputuskan, kunjungan tetap dilakukan, tapi ke lokasi yang bisa dijangkau lewat darat, dan dipilihlah Kabupaten Pesisir Selatan.
-------------
Akibat pembatalan penggunaan helikopter membuat seluruh rencana yang sudah dicanangkan pengurus PDIP menjadi batal semuanya. Hal ini juga berakibat pada kepulangan rombongan yang sedianya dijadwalkan pukul 15.00 sudah take off dari Padang dan tiba di Jakarta pukul 16.30 WIB.
Namun, pada pukul 16.30 WIB, rombongan masih dalam perjalanan dari Kampung Sikabu dan baru tiba di kota Painan pukul 17.30 WIB dan terpaksa berbuka puasa di rumah dinas Bupati Kab Pesisir Selatan, Nasrul Abed.
Kemudian baru pada pukul 19.00 WIB, rombongan kembali menempuh perjalanan menuju Bandara Internasional Minangkabau. Dengan jarak tempuh 2,5 jam, pada pukul 21.30 WIB baru tiba di bandara dan take off pukul 22.00 WIB, kemudian tiba di bandara Halim, Jakarta pada pukul 23.30 WIB.
Setiba di Halim, raut muka seluruh rombongan tampak lelah dan kecewa, karena rencana awal tidak terlaksana.
Sebelum pulang, seorang pengurus PDIP berbisik “Tadi, dalam rapat, Ibu Megawati bilang: Makanya jangan sampai kalah lagi, biar gak dikuyo-kuyo seperti ini.”
Jelang Buka Puasa,
Kebon Sirih, Jakarta 24 September.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar