Senin, 11 Januari 2010
Tentang Gus Dur
KH Abdurahman Wahid telah meninggal dua pekan lalu. Akan tetapi pembicaraan
mengenai dirinya seolah tak pernah usai. Media memberitakannya sepekan penuh,
mulai dari RSCM hingga Pondok Pesantren Tebuireng. Bahkan, mungkin sampai hari
ini masih ada saja masyarakat yang membicarakan Gus Dur, di café-café atau di
warung kopi.
Bahkan, karena pengaruhnya yang sedemikian besar, masyarakat yang berziarah tak
Pernah henti sampai saat ini. Uniknya, dari sejumlah peziarah ada yang sengaja
mencuri tanah makam Gus Dur, hanya untuk berburu berkah.
Gus Dur memang bukanlah orang biasa. Keturunan ulama berpengaruh sekaligus
Pendiri ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari. Selain ulama,
dia merupakan salah satu pejuang kemerdekaan. Dia pernah mengeluarkan fatwa saat
dimintai Soekarno, dengan mengatakan bahwa membela tanah air adalah jihad fi
sabilillah.
Ayah Gus Dur, Wahid Hasyim juga merupakan tokoh kemerdekaan dan pembaharu.
Dia turut mengisi kemerdekaan dengan pemikirannya. Salah satunya, dia mendobrak
tradisi ulama saat itu yang mengharamkan mengenakan setelan celana panjang, jas,
dan dasi.
Apa yang dilakukannya saat itu cukup kontroversial, akibatnya tak sedikit ulama yang
mengecamnya karena menjadi satu-satunya tokoh dari golongan santri yang mengikuti
cara berpakaian orang Belanda. Soekarno saat itu menunjuknya sebagai Menteri
Agama pertama di Indonesia.
Sikap kontroversial Wahid Hasyim sepertinya menurun kepada Abdurahman Wahid.
Setelah pulang belajar dari Mesir dan Irak, Gus Dur tiga kali diminta memimpin PBNU
yang saat itu dipimpin KH Idham Chalid. Gus Dur tak berani menolak permintaan ketiga
dari KH Bisri Syamsuri, tokoh sepuh PBNU yang juga masih keluarganya.
Sebelum memimpin PBNU, Gus Dur mulai dikenal masyarakat melalui tulisannya
mengenai hubungan Islam dan Negara, yang terus menjadi kontroversial sejak era
Soekarno. Gus Dur pun piawai dalam membuat tulisan dengan mengangkat dalil-dalil
alquran dan hadits.
Hingga wafatnya, kontroversi dia di masyarakat sangat sulit untuk dilupakan.
Bagaimana tidak, coba ingat bagaimana Gus Dur mengusulkan agar kalimat assalamu
Alaikum diganti dengan kalimat selamat pagi dalam pidato kenegaraan. Spontan saja
sejumlah ulama saat itu pun langsung meradang, terlebih dari kalangan non NU.
Belum lagi kontroversi lain. Masih ingat kontroversi haram Ajinomoto? Kala itu, MUI
Mengatakan bahwa Ajinomoto haram, karena di dalamnya ada kandungan minyak babi.
Namun, hanya Gus Dur seorang yang berani mengatakan sebaliknya.
Kontroversi pun terus berlanjut hingga saat Gus Dur menjabat sebagai presiden
Keempat, yang menggantikan BJ Habibie. Yang membuat kuping panas politisi saat itu
Adalah, saat Gus Dur mengatakan bahwa DPR tak ubahnya seperti taman
kanak-kanak. Gus Dur dikecam, dihujat karena menghina lembaga negara.
Kontroversial Gus Dur ini pun mengundang tanya banyak orang. Sebagai seseorang
yang lahir dari keluarga NU, yang dikenal sangat tradisional, Gus Dur memang sangat
berbeda. Ada yang menilai miring, ada yang menilai positif, bahkan ada yang menilai
berlebihan terhadap kontroversi Gus Dur.
Negatif dan positif adalah hal yang biasa. Akan tetapi, yang unik adalah yang menilai
Gus Dur berlebihan. Sejumlah kalangan mempercayai Gus Dur adalah seorang wali
karena itulah dia kontroversial, melewati jamannya, lokomotif Jepang tetapi gerbong
Indonesia dan banyak lainnya.
Soal ini ada banyak cerita dari kalangan orang-orang NU. Salah satu pengurus NU di
era Gus Dur pernah bercerita, saat rapat dengan sejumlah ulama Gus Dur kerap kali
tertidur, akan tetapi di saat akhir malah dia yang membuat kesimpulan dan kesimpulan
itu diterima ulama yang berdebat saat itu.
Dari cerita ini kemudian disambungkan bahwa Gus Dur memiliki ilmu ladunni. Ilmu
ladunni ini adalah ilmu yang dimiliki Nabi Khidir. Orang yang memiliki ilmu ini sangat
pintar dalam berbagai disiplin ilmu, tanpa perlu belajar.
Ada juga cerita dari salah satu ketua PBNU KH Aqil Siradj. Dia mengaku pernah
Menemani Gus Dur selama di Mekkah. Saat itu, Gus Dur minta ditemani untuk mencari
seorang ulama. Kang Said pun membantu Gus Dur mencarikannya.
Di sebuah masjid, terdapat seorang ulama dengan mengajar dengan jumlah murid yang
cukup banyak, akan tetapi bukan ulama tersebut yang dimaksud Gus Dur. Kemudian,
ada juga seorang ulama dengan kitab-kitab besar dan sorban yang besar sedang
mengajar sejumlah murid, bukan itu juga yang dimaksud.
Kemudian saat itu terdapat seseorang bersorban kecil sedang berada di masjid, tanpa
Kitab dan murid-murid. Ternyata itulah yang dimaksud Gus Dur. Kemudian Kang Said
pun mengenalkan kepada orang tersebut bahwa Gus Dur adalah ketua ormas Islam
terbesar di Indonesia. Selanjutnya, Gus Dur meminta doa kepadanya.
Setelah dua menit didoakan, kemudian ulama tersebut bangkit sembari menyeret
Sajadahnya sambil mengeluh dalam bahasa Arab. Kang Said mengungkapkan, ulama
Itu mengatakan “Ya, Allah apa dosa hambamu ini hingga Kau pertemukan dengan
orang-orang ini”.
Jadi, Kang Said menjelaskan bahwa ulama tersebut adalah Wali yang sedang
menyamar. Akan tetapi, keberadaannya malah diketahui Gus Dur. Kenapa Gus Dur
bisa tahu? Ada sebuah perkataan ulama la ya’riful wali illal wali. Tidak
lah seorang wali dapat diketahui kecuali oleh seorang wali.
Terlepas dari kepercayaan itu semua. Ada beberapa fakta nyata di depan mata, yang
merupakan hasil perjuangan Gus Dur. Sebuah fakta yang tidak bisa dielakkan, Gus Dur
adalah pembela kaum minoritas.
Lihat saja, setelah menjadi presiden. Gus Dur membela keturunan tionghoa yang
selama era Presiden Soeharto selalu menjadi warga kelas dua. Kepercayaan agama
mereka tak diakui, bahkan keberadaan mereka. Sampai kebanyakan orang tionghoa
merubah nama mereka dengan nama Jawa ataupun Islam, agar aman.
Gus Dur juga membela eks tapol/napol dan keluarga PKI. Di era Soeharto, PKI bak
nyamuk yang tak pantas hidup dan harus dilenyapkan. Bukan hanya anggota resmi
PKI, bahkan keluarga dan keturunannya pun ikut menanggung dosa yang tidak
dilakukannya.
Belum lagi. Pembelaan Gus Dur terhadap sejumlah gereja yang dihancurkan kelompok
ormas Islam konservatif. Ataupun kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah. Gus
Dur memasang badan bagi Ahmadiyah. Sekalipun secara prinsip agama, Gus Dur
bertentangan dengan ajaran Ahmadiyah.
Ditambah lagi diskriminasi secara persorangan, seperti yang dialami Inul Daratista yang
Dikecam Raja Dangdut, Rhoma Irama. Saat itu, Inul juga dicekal ormas Islam di
berbagai kota, Gus Dur pun membela pemilik goyang ngebor tersebut.
Dari sini, rasanya pantas saja Gus Dur disebut sebagai guru bangsa. Dia mengajarkan
banyak hal kepada masyarakat. Dari ajaran kebebasan beragama, berkelompok, dan
berpendapat. Hingga mengajarkan menghindari kekerasan dalam setiap perbedaan
pendapat.
Jika diperhatikan seksama, Gus Dur mengajarkan tidak dengan cara mendikte
ajarannya satu persatu. Akan tetapi, dia mengajarkan ajarannya yaitu berdemokrasi
dalam beragama dan berkenegaraan dengan perbuatan dan keteguhan hatinya.
Semoga saja, apa yang diajarkan Gus Dur dapat dicermati bersama sebagai sebuah
masukan besar bagi kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Terima kasih guru bangsa.
Selamat jalan Gus Dur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar