Senin, 11 Januari 2010
Ayin Dikerja(y)in?
Minggu 10 Januari malam, Satgas Mafia hukum melakukan inspeksi mendadak ke Rutan Pondok Bambu. Inspeksi itu menemukan fakta mengejutkan. Yakni, terpidana lima tahun penjara dalam kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani mendapatkan fasilitas bak hotel berbintang di Rutan Pondok Bambu.
Pukul 19.30 WIB inspeksi yang dilakukan tiga anggota satgas, Denny Indrayana, Mas Achmad Santoso, dan Yunus Husein dimulai. Sipir lapas pun kelabakan dan sempat melarang ketiganya dan sejumlah wartawan yang dibawa serta.
Namun, Denny balik membentak bahwa apa yang mereka lakukan adalah atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kalapa Lapas pun hanya bisa pasrah menghadapi para petinggi tersebut.
Sontak peristiwa ini menjadi headline media nasional di tanah air. Bahkan, media televisi dan online tak berhenti mengupas hasil inspeksi mendadak tiga anggota satgas tersebut.
Sepintas apa yang dilakukan satgas mafia hukum ini hebat. Membongkar fasilitas hotel bintang lima yang didapatkan pengusaha yang dikabarkan dekat dengan Presiden SBY itu.
Akan tetapi jika dilihat secara kritis, sidak ini tak lebih dari sekedar aksi kehumasan dari sebuah lembaga baru yang ingin dikenal. Bahkan, aksi ini bisa dibilang kontrakproduktif.
Lagu lama kaset baru
Fasilitas yang didapatkan Artayta Suryani alias Ayin bukanlah informasi baru kepada masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa lembaga pemasyarakatan atau rutan menyediakan sejumlah fasilitas bagi orang yang ber-uang ataupun terpidana yang memiliki koneksi dengan pejabat.
Dalam sebuah wawancara, Anton Medan yang sudah 14 tahun dipenjara di LP Cipinang tertawa geli melihat hal tersebut. Bahkan, setengah mencibir dia heran kepada ketiga orang tersebut baru tahu fasilitas untuk orang berduit di dalam rutan.
Beberapa tahun yang lalu, Anton Medan juga pernah mengungkap adanya fasilitas mewah di rutan ataupun Lembaga Pemasyarakatan.
Bukan hanya fasilitas mewah di dalam rutan, fasilitas seksual dari pekerja seks komersial yang disediakan di LP juga pernah diungkap anggota DPR dari Partai Demokrat, Ahmad Fauzi saat rapat kerja komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM saat itu, Hamid Awaludin.
Di komisi III dia meminta Menkum HAM menyetop aksi penyediaan jasa layanan seksual di dalam LP dan rutan.
Fakta lain yang mengungkap bebasnya kehidupan napi di lapas adalah tertangkapnya artis Roy Marten untuk kedua kalinya, saat sedang pesta sabu di Surabaya 2007 lalu. Setelah diusut, Roy mengaku mendapatkan sabu melalui bandar narkoba yang sedang berada di LP Cipinang.
Bisa menikmati fasilitas mewah, mendapatkan pelayanan seksual, bahkan bisa berjualan narkoba. Itu adalah fakta bahwa sejak lama pengurusan lapas dan rutan di Indonesia memang bermasalah!.
Kontraproduktif
Sidak yang dilakukan di satu sisi bisa bernilai positif. Akan tetapi di sisi lain bisa kontraproduktif. Percaya lah, setelah sidak satgas mafia hukum beberapa waktu lalu, fasilitas mewah atau beberapa keistimewaan yang ada di lapas atau rutan lain di seluruh Indonesia, secara otomatis akan tiarap.
Ya, positif. Akan tetapi, fasilitas itu hanya tiarap sementara saja. Selama media menyoroti masalah ini. Lihat saja, jika perhatian media beralih ke masalah lain, maka fasilitas itu akan muncul lagi dengan sendirinya.
Dengan tiarap, maka jejak LP atau rutan mana saja yang menyediakan fasilitas-fasilitas tersebut akan menjadi buram. Kontraproduktif dengan tujuan satgas yang hendak memberantas pemberitan fasilitas tersebut.
Aksi membawa wartawan dalam sidak ke dalam lapas dan rutan bukanlah strategi yang jitu dalam memberantas praktek ’kerja sampingan’ sipir-sipir ataupun kepala lapas. Sebagai satgas yang mengantongi Keppres, seharusnya mereka bisa melakukan strategi yang lebih jitu dari itu.
Kalau sekedar seperti itu, wartawan juga bisa melakukannya. Cukup pura-pura menjenguk, membawa kamera kecil mereka bisa mendapatkan fakta yang kurang lebih sama dengan yang didapatkan satgas. Sebagaimana investigasi yang pernah dilakukan salah satu televisi nasional beberapa tahun lalu.
Seharusnya apa yang dilakukan satgas cukup mengumpulkan bukti dari seluruh lapas dan rutan yang menyediakan fasilitas tersebut, kemudian melaporkannya kepada presiden. Selanjutnya, Presiden akan memberikan data-data tersebut agar diselesaikan pembantunya, Menteri Hukum dan HAM.
Trik humas satgas?
Dari beberapa fakta yang janggal tersebut, akhirnya muncul kecurigaan terhadap aksi satgas mafia hukum. Jangan-jangan yang mereka lakukan tidak tulus? Apa benar seperti itu?
Kecurigaan ini sepertinya wajar. Coba lihat saja target dan waktu kapan satgas melakukan inspeksi mendadak.
Pertama, soal target. Mungkin satgas mafia hukum bisa saja mengelak bahwa mereka tidak menargetkan seseorang dalam inspeksi mendadak ini. Akan tetapi, siapapun tahu bahwa di rutan tersebut terdapat Artalyta Suryani.
Artalyta Suryani atau Ayin dikenal sebagai makelar kasus. Dia kenal dengan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung. Lihat saja persidangannya yang memperdengarkan pembicarannya dengan sejumlah Jaksa Agung Muda di lembaga penegak hukum itu dalam mengatur kasus.
Gara-gara Ayin, dua jaksa agung muda, yakni Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Nega Untung Udji Santoso, serta direktur penyidik Jampidsus M Salim menjadi korbannya.
Satgas Mafia Hukum dibentuk oleh presiden 30 Desember 2009. Satgas dibentuk, setelah terbongkarnya setelah kasus Bibit Samad Riyanto dan M Chandra. Di tengah perjalanan kasus kedua pejabat KPK ini, terungkap rekaman pembicaraan Anggodo, saudara kandung Anggoro Widjojo, tersangka kasus radio Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SKRT) dengan sejumlah pejabat dan penyidik Polri. Diduga Anggodo adalah makelar kasus.
Penulis curiga apa yang dilakukan satgas sudah diperhitungkan dengan matang, yakni dengan menjadikan ratu makelar kasus Ayin sebagai alat kampanye satgas di media massa. Mungkin karena itulah mereka membawa sejumlah media massa ke dalam rutan Pondok Bambu malam itu.
Kedua, soal waktu. Kenapa inspeksi mendadak dilakukan di hari Minggu dan pukul 19.30 WIB. Mungkin pertanyaan ini berlebihan, akan tetapi bagi media massa hari Minggu merupakan hari yang sepi berita. Sulit menjadi headline yang bagus untuk disajikan di hari Senin. Hari Senin, menurut data statistik antusiasme pembaca sangat tinggi, mereka ’haus’ akan informasi setelah dua hari, Sabtu dan Minggu meninggalkan aktivitas dan menikmati hari bersama keluarga.
Di hari Minggu, media pun menjadi ’lapar’ dan siap menyantap jika ada makanan lezat yang dihidangkan di meja. Sidak satgas mafia hukum tak ubahnya makanan lezat yang tersedia di meja.
Pukul 19.30 WIB, merupakan waktu yang tepat. Setelah memantau berita hingga sore dan tidak ada yang menarik. Lalu muncullah sajian sidak, jenius. Karena media massa besar biasanya memiliki deadline di atas jam tersebut. Bahkan, media besar seperti Kompas, Sindo, Media Indonesia, dan lainnya baru deadline sekira pukul 00.00, tengah malam. Cukup waktu, untuk mendapatkan bahan yang banyak dari sidak satgas mafia tersebut. Dan jadilah berita itu adalah berita yang seksi dan sangat layak headline di media-media nasional.
Ayin dikerja(y)in?
Jika logika kecurigaan di atas benar. Maka Ayin bisa jadi menjadi ratu makelar kasus yang sedang dikerjain untuk kampanye humas dari satgas mafia hukum. Nyatanya, satgas yang belum berusia sebulan ini cukup popular setelah sidak ’kamar hotel’ Ayin.
Ayin sebenarnya bukanlah orang biasa. Fakta bicara, Agustus 2008, penulis pernah memuat berita foto kehadiran Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam pernikahan anaknya di sebuah hotel mewah.
Kabar lain, Ayin disebut-sebut sebagai ’makelar’ yang melobi Gus Dur agar mendapatkan restu dari Gus Dur saat maju di Pilpres 2004 lalu. Ayin pun sempat masuk dalam pengurus DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat itu.
Entah kenapa, latar belakang Ayin yang memiliki kolega orang berpengaruh di tanah air ini bisa saja dikerjain satgas mafia hukum. Mungkin, Ayin saat ini sudah tidak bermanfaat lagi bagi mereka. Wallahu a’lam.
Yang perlu diingat, 28 Januari ini tepat 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Mudah-mudahan saja, inspeksi mendadak yang diduga menjadi ajang humas satgas mafia hukum ini tidak ada hubungannya dengan 100 hari KIB jilid II.
Karena, sejak KIB jilid II bergulir nyaris tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan dari kinerja menteri. Bahkan, pemerintah ’dihajar’ sejumlah isu yang cukup membuat dahi menggurat.
Lihat saja kasus KPK versus Buaya. Kasus ini sangat heboh dan membuat masyarakat geram. Silent majority pun mendukung KPK dengan menjadi anggota akun facebook Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto. Hingga saat ini anggota akun facebook tersebut sudah mencapai 1.420.240 orang.
Belum lagi kasus ledakan bom di JW Marriot yang lepas dari pengamatan intelejen dan kasus bailout Bank Century yang hingga saat ini masih menjadi buah bibir di masyarakat dan media massa.
Satu-satunya prestasi pemerintah adalah ditembaknya Noordin M Top dan sejumlah pengikutnya di Solo, Jawa Tengah, September 2009 lalu. Itupun sebelumnya, masyarakat sempat terkecoh dengan kabar penembakan Noordin di Desa Beji, Temanggung, Jawa Tengah, sebulan sebelumnya.
Pemberantasan terhadap praktik mafia hukum di Indonesia, masih merupakan harapan yang tinggi dari masyarakat. Akan tetapi, cara penyelesaian dengan pola kehumasan bukanlah strategi yang tepat.
Semoga semua analisis ini salah dan semoga satgas mafia hukum memiliki niat yang sangat serius dan tulus dalam memberantas mafia hukum dan tidak hanya menjadi ajang kampanye saja. Karena masyarakat sudah lelah dengan kampanye dan yang dibutuhkan saat ini adalah tindakan konkrit. Mari kita tunggu bersama aksi konkrit dan tepat dari satgas bentukan Presiden SBY ini.
Tengah malam
Kota Bambu, 11 Januari 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar