Kamis, 09 Juni 2011

Menguji (lagi) Dinasti Soeharto

Jum'at, 10 Juni 2011 - 11:46 wib
*diterbitkan di okezone.com

BARU-baru ini Partai Nasional Republik mendaftarkan diri ke Kementerian Hukum dan HAM sebagai calon peserta pemilu 2014. Sepintas tidak ada yang menarik, terkecuali nama Dewan Pembina partai tersebut tertera nama Tommy Soeharto.

Memang, Ketua Dewan Pendiri PNR, Neneng A Tuty, mengakui 990 pendiri partai ini mendapuk Tommy Soeharto sebagai daya tarik partai. Mereka berhasil, setidaknya menjadi daya tarik bagi media massa untuk mengetahuinya. Belum tentu pemilih.

Desas-desus Tommy bakal mendirikan partai sebenarnya sudah terdengar sejak jauh-jauh hari. Sejak dia terjegal persyaratan sebagai calon ketua umum partai Golkar pada September 2009 lalu. Sejak saat itu sudah berhembus kabar, Tommy akan membuat ‘sekoci baru’.

Tak hanya Tommy, putri sulung mantan Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut sebenarnya juga pernah membesut Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang ikut bertarung dalam pemilu 2004 dan 2009 lalu.

Sayangnya, Tutut gagal dalam melanjutkan warisan Soeharto yang berhasil menjadikan Partai Golkar selalu menjadi partai pemenang pemilu selama orde baru.

Pada pemilu 2004, PKPB memperoleh 2.399.290 atau 2,1 persen suara. Saat itu posisi partainya berada di peringkat 11, posisi pertama ditempati Partai Golkar disusul PDIP. Meskipun keduanya posisi pertama, suara kedua partai ini menurun cukup lumayan ketimbang pemilu 1999.

Pada pemilu selanjutnya, perolehan suara PKPB juga menurun 1.461.182 atau 1,4 persen suara dan turun menjadi peringkat ke-12. Pada pemilu ini, Golkar dan PDIP disalip Partai Demokrat di posisi pertama.

Kedua hasil pemilu ini merupakan pesan dari rakyat secara langsung, bahwa mereka tidak menginginkan kembalinya dinasti Soeharto ke tampuk kekuasaan. Uniknya, hasil kedua pemilu ini tidak berbanding lurus dengan hasil survei yang dilakukan Indobarometer berdekatan dengan kemunculan Partai Republik Nasional.

Lembaga survei yang dipimpin Muhammad Qodari ini mengungkapkan, masyarakat lebih mencintai Soeharto ketimbang pemimpin pascareformasi. Soeharto mendapat dukungan 36.5 persen, SBY 20,9 persen, Soekarno 9,8 persen, Megawati 9,2 persen, Habibie 4,4 persen, dan Gus Dur 4,3 persen.

Disebutkan juga, 40,9 persen dari 1.200 responden menilai orde baru lebih baik ketimbang masa reformasi. Hanya 22,8 persen yang menilai masa reformasi lebih baik.

Entah mana yang benar, apakah hasil survei yang melibatkan 1.200 orang atau hasil Pemilu 2004 dan 2009 yang melibatkan 220 jutaan rakyat di bilik suara. Tak ada yang salah memang jika keluarga Soeharto ikut bertarung lagi dalam Pemilu 2014. Karena setiap masyarakat memiliki hak untuk dipilih dan dipilih. Tapi, tak ada salahnya juga untuk membaca dua pesan masyarakat dari dua pemilu sebelumnya. Semoga saja, pesan dari rakyat selanjutnya dapat dibaca dengan baik dan tidak disesatkan beberapa pihak yang mungkin saja memanfaatkan keluarga Soeharto demi keuntungan sesaat.

Tidak ada komentar: