Jumat, 15 Januari 2010

Menjadi Media Darling

Tulisan ini mengingatkan saya saat berdiskusi dengan sejumlah aktivis Gema Satu dan eks aktivis 98 yang tengah melakukan aksi menginap di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di malam itu, diskusi dinikmati bersama dengan beberapa cangkir kopi dan kepulan asap rokok.

Mereka bertanya kepada saya, kenapa demontrasi yang mereka lakukan beberapa kali, sangat minim sekali pemberitaan media. Padahal apa yang mereka lakukan adalah hal besar, yaitu mengawal penyelesaian kasus Bank Century, yang sedang diusut KPK.

Sejumlah argumentasi pun mereka sampaikan, hingga tudingan miring, yang saya sebut sebagai keputusaan, mereka alamatkan kepada sejumlah media yang tidak meliput.

Pertanyaan ini bukan hanya muncul dari kalangan aktivis, dari kalangan politisi, ormas, bahkan perusahaan pun juga muncul. Mereka sering bertanya, apakah ini menarik untuk media? Apakah ini bisa menjadi berita?

Menjadi media darling atau kekasih media, tak ubahnya menjadi kekasih bagi seorang wanita atau pria. Jika, kita berhasil merebut hatinya, maka kita akan menjadi kekasihnya. Lalu, seperti apakah hatinya media? Di sinilah yang harus dicari dan dipelajari, apa keinginan hati media.

Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan beberapa kelompok/orang untuk mendapatkan hati media. Pertama, sama seperti halnya menaklukkan wanita, tidak sedikit orang yang mencoba menaklukkan wanita dengan cara memberinya materi. Membelikannya perhiasan, rumah, hingga mobil mewah. Apakah hati wanita tersebut bisa didapatkan, bisa saja.

Tapi mungkin tidak dalam waktu yang lama, cintanya pun tidak tulus.
Sama seperti halnya media. Mungkin jika diperlakukan seperti di atas, bisa saja ada media yang bisa terpikat hatinya. Namun, perlu diingat media tersebut hanya terpikat sementara karena materi yang ditawarkan. Bahkan, lama-kelamaan media itu pun menjadi matre.

Dalam menjerat hati media dengan cara ini, banyak pola dilakukan. Dari pola secara langsung, berupa pemberian materi kepada si reporter. Ada juga yang dilakukan dengan cara memasang iklan dengan jumlah fantastis di media tersebut. Tapi sekali lagi itu hanya sementara, hatinya hanya terpikat saat iklan tersebut dipasang atau kesepakatan dalam waktu tertentu saja.

Kedua, Ada juga yang menggunakan kekuasaan/kekuatan guna mendapatkan hati media. Seorang anak bupati gubernur, menteri, bahkan presiden mungkin mudah saja menaklukkan wanita. Akan tetapi, perlu diteliti apakah wanita itu bisa ditaklukkan karena mencintai dengan tulus, atau kagum dengan kecerdasan atau ketampanan anak pejabat. Atau karena jabatan orangtuanya. Jika begitu, maka tak ubahnya, pola memikat hati ini sama dengan yang di atas, hanya tidaklah murni dan hanya sementara saja.

Hal serupa juga sama yang terjadi dengan media. Tak sedikit pejabat menggunakan kekuasaannya untuk menaklukkan media. Ada yang dilakukan secara langsung dengan mengintimidasi redaksi, ada juga yang dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengintimidasi pemilik modal media.

Seperti penulis katakan di atas, cara menaklukan hati seperti ini hanya berlangsung sementara. Karena, setelah di pejabat tidak lagi duduk di kekuasaan, hati media tak lagi tertambat kepadanya.

Dari dua pola seperti di atas, bisa berhasil sementara saja. Akan tetapi, dalam kurun waktu tertentu, media akan berselingkuh dengan narasumber yang lain. Dua pola di atas juga akan meninggalkan jejak yang tidak mengenakkan di hati media. Dan itu akan menjadi kesimpulan tersendiri bagi awak media di dalamnya. Pola pertama, akan disimpulkan sebagai narasumber tukang suap, sedangkan yang kedua akan dicap sebagai narasumber yang otoriter.

Ada cara yang lebih gentlemen dalam menaklukkan hati wanita ketimbang dua cara di atas. Yaitu dengan menunjukkan kualitas diri, setia, dan menempatkan diri dengan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai wanita yang dicintainya.

Begitu juga dengan media, sebaiknya narasumber menunjukan kualitas diri dan juga menempatkan diri dengan apa yang disukai dan tidak disukai media. Apa saja yang disukai media?

Dalam mencari berita, seorang jurnalis terpaku dengan beberapa unsur yang dianggap layak atau tidak layak menjadi berita. Maka sebisa mungkin, narasumber menempatkan diri masuk ke dalam beberapa unsur yang layak diberitakan media.

Apa saja unsur-unsur yang layak diberitakan oleh media:

Pertama, aktualitas. Seorang jurnalis hanya bisa memberitakan informasi yang aktual bukan yang sudah basi. Sama halnya seperti es krim, semakin lama maka esnya akan semakin meleleh. Begitulah media dalam memberlakukan sebuah informasi. Informasi yang basi, sama sekali tidak bisa dimakan oleh media.

Akan tetapi ada juga sesuatu yang lama, akan tetapi baru terbongkar atau terungkap saat ini bisa menjadi berita. Contohnya, penemuan Surat Lontar Patih Gajahmada. Ada juga penemuan surat Bung Karno kepada Presiden Yugoslavia mengenai pembentukan organisasi non-blok.

Makanya, narasumber sedapat mungkin, jika ingin menyajikan informasi kepada media jangan yang sudah basi atau yang sudah pernah muncul dan diberitakan.

Kedua, proximity (kedekatan). Seorang jurnalis akan terbatas dalam membuat berita. Dia tidak bisa membuat informasi di Papua, jika tidak menyangkut masalah nasional. Dia harus mendapatkan berita yang memiliki kedekatan dengan pembacanya. Misalnya, Koran yang beredar di Jakarta, dia pasti akan lebih banyak mencari berita yang terjadi di Jakarta. Bukan di Papua, Marauke, ataupun daerah nun jauh di sana. Kecuali, jika masalah tersebut sangat besar dan menyangkut masalah nasional.
Kedekatan tidak hanya dalam bentuk wilayah atau pun lokasi. Bisa saja berita di Palestina ataupun di Irak yang jauh di sana menjadi headline media di Indonesia, jika menyangkut tentang Islam. Misalnya, umat Islam diperangi di Palestina oleh Israel.

Ketiga, dampak. Seorang jurnalis harus bisa menganalisis apakah berita yang didapatkannya berdampak atau tidak bagi orang banyak. Misalnya, kenapa berita kenaikan harga BBM mencuat dan menjadi headline media. Hal itu lebih disebabkan, kenaikan BBM akan berdampak bagi kebanyakan orang.

Keempat, humas intertest (menarik minat orang). Berita yang akan disajikan selayaknya menarik minat orang untuk membacanya. Untuk mengukur ketertarikan, dalam buku Jurnalistik, Teori & Praktik, disebutkan terdapat 10 item yang dinilai bisa membuat orang tertarik membaca:

1. Ketegangan (suspense). Kebanyakan orang akan tertarik membaca berita yang di dalamnya ada unsur ketegangan. Misalnya, soal penculikan seorang anak pengusaha bernama Raisya. Setiap hari media mengupdated perkembangan pencarian Raisya hingga akhirnya Raisya berhasil ditemukan. Berita ini sangat menarik minat pembaca.

2. Ketidaklaziman. Peristiwa atau sesuatu yang tidak lazim akan menarik perhatian dan minat pembaca. Misalnya, batu ajaib Ponari di Jawa Timur yang kabarnya bisa menyembuhkan segala penyakit. Ada juga pohon menangis di Jakarta Barat, yang akhirnya ditebang karena dikerubuti masyarakat yang mengambil airnya, katanya untuk menyembuhkan penyakit.

3. Minat pribadi. Misalnya soal tukang urut yang bisa membuat cepat langsing. Atau alat yang bisa mengirit penggunaan listrik. Berita ini, menarik minat sebagian orang saja yang berhubungan dengan yang diberitakan.

4. Konflik. Berita yang mengangkat pertentangan, pro kontra selalu menarik perhatian orang untuk membaca. Menurut sosiolog, kebanyakan orang menaruh perhatian kepada konflik. Apalagi jika mereka tidak mengalaminya.

5. Simpati. Seorang bayi yang masih merah ditinggalkan ibunya di selokan. Hal itu dilakukan karena bayi tersebut hasil hubungan gelapnya dengan pria lain. Berita ini menaruh simpati kepada bayi yang sama sekali tidak memiliki dosa.

6. Kemajuan (dalam hal teknologi). Untuk mengatasi kemacetan, pemerintah Jakarta membuat jalur busway. Bus ini akan dibuat beberapa jalur, sehingga pekerja di Jakarta tidak terhambat kemacetan.

7. Seks. Sebuah foto seorang anggota DPR Max Moein beredar di internet. Yang membuat heboh, anggota DPR dari PDI Perjuangan itu berpose dengan seorang wanita muda tanpa mengenakan pakaian.

8. Usia. Seorang bocah berusia empat tahun sudah mahir memainkan drum, layaknya pemain drum professional. Berita ini juga menarik perhatian pembaca. Di dalamnya juga terdapat unsur ketidaklaziman.

9. Binatang. Seekor beruang kutub yang cukup langka melahirnya dua ekor anak beruang kutub dengan selamat. Bayi beruang yang lahir di Ragunan ini dinamakan Dina dan Dini.

10. Humor. Seorang peserta pelatihan Hankamnas tertidur di tengah pidato presiden. Dia pun ditegur langsung oleh presiden yang memergokinya tertidur.

Penulis menambahkan satu hal lagi yang dianggap penting yang bisa menarik perhatian pembaca. Yaitu, informasi mengenai tokoh. Karena lika-liku kehidupan tokoh sangat menarik untuk diikuti pembaca.

11. Tokoh. Mantan Presiden Abdurahman Wahid wafat setelah dirawat di rumah sakit. Dia meninggal setelah menjalani cuci darah di rumah sakit tersebut. Tokoh yang akrab disapa Gus Dur ini akan dimakamkan di Jombang, Jawa Timur.

Nah, bagi narasumber yang ingin menjadi media darling, bisa mengkaji dan mempelajari apa saja keinginan hati media yang sudah diungkapkan di atas. Apa yang penulis jabarkan di atas memang tidak mutlak keinginan hati media.

Setidaknya, itulah unsur-unsur peristiwa atau informasi yang layak menjadi berita bagi seorang jurnalis. Jika bisa menempatkan posisi pada unsur-unsur tersebut dan mengemasnya dengan baik, bisa saja dia akan menjadi kekasihnya media.

*Syukri Rahmatullah/Redaktur Pelaksana okezone.com

Tidak ada komentar: